[ Rabu, 10 Februari 2010 ]
SEBAGIAN kelengkapan alat penyadap data kartu ATM bisa didapat dengan mudah di toko-toko sekitar kita. Untuk membeli, harganya tak terlalu mahal. Malah peralatan pembajak data itu bisa dirangkai dan dirakit sendiri.
Sindikat pembobol ATM yang beroperasi di Bali dan berbagai kota lain di tanah air hanya mengeluarkan dana Rp 7 juta untuk membelinya. ''(Peralatan itu) dibeli di Sim Lin, Singapura, seharga 1.000 dolar Singapura (sekitar Rp 6,6 juta) satu buahnya,'' jelas Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang di PTIK, Jakarta, kemarin (9/2). Sim Lin merupakan pasar elektronik murah di Rochor Road, Singapura.
Edward menuturkan, informasi itu didapat dari Gunawan alias Yulius Ardan alias Hasan Gunawan, yang ditangkap petugas Bareskrim Polri Senin (8/2) pukul 23.10 di Perumahan Graha Tirta Bromelia Nomor 5, Waru, Sidoarjo.
Ketika Jawa Pos berkunjung ke Sim Lin akhir Januari lalu, pasar elektronik itu menyediakan aneka barang, seperti pusat perbelanjaan Glodok, Jakarta. Di Sim Lin, juga dijual berbagai produk elektronik Tiongkok dengan kualitas baik.
Harga-harga produk di Sim Lin juga sangat murah. Misalnya, BlackBerry 8320 baru di Indonesia dijual seharga Rp 2,5 jutaan, tetapi di Sim Lin hanya Rp 1,2 juta. Tawar-menawar secara ekstrem hingga separo harga juga lazim dilakukan di pasar tersebut. Barang yang dijual bebas pajak Singapura. Jadi, bisa gampang dibawa ke luar negeri.
Bagaimana di Indonesia? ''Kami belum tahu apa di sini (peralatan penyadap data kartu ATM) sudah ada. Tapi, dari informasi tersangka, diperolehnya di Singapura,'' kata Edward.
Selain skimmer (alat pengganda data kartu ATM), pembajakan data ATM perlu kamera pengintai. Itu dimaksudkan untuk mengetahui nomor PIN atau personal identification number kartu tersebut. Jadi, skimmer berfungsi menduplikasi kartu, sedangkan kamera pengintai mendeteksi nomor PIN.
Kamera itu biasanya diletakkan tidak jauh dari tombol keyboard mesin ATM. Biasanya, kamera tersebut disamarkan dalam kotak brosur atau ruang kosong di bodi mesin ATM. Cukup mudah menyamarkan kamera. Sebab, ukuran kamera pengintai itu sangat kecil. Mulai seukuran kotak korek api, kancing baju, hingga lubang jarum.
Teknologi kamera tersebut juga cukup sederhana. Kamera itu sebenarnya CCTV alias closed circuit television. Setiap dipasang, kamera itu selalu on (hidup). Semua gambar yang melintas di depan kamera direkam dan dikirim ke dalam data storage. Kamera dan data storage disambungkan oleh kabel. Namun, kalau teknologinya canggih, kamera itu tak perlu dihubungkan kabel. Data visual yang didapat kamera langsung dikirimkan ke data storage yang berada jauh dari mesin ATM.
Cukup mudah mendapatkan kamera CCTV itu karena dijual bebas. Berdasar penelusuran Jawa Pos, di kawasan Harco, Glodok, ada banyak pilihan kamera supermungil. Yang seukuran kancing dijual Rp 850 ribu, tetapi masih pakai kabel. Yang jenis wireless (nirkabel) bisa di atas Rp 1,5 juta.
Kalau dana cekak, bisa juga digunakan kamera seukuran korek api. Harganya relatif murah, yakni Rp 125 ribu. Hanya, resolusinya rendah. Gambar yang dihasilkan tidak terlalu detail. Selain itu, bisa digunakan kamera CCTV berbentuk bolpoin. Kamera tersebut dijual Rp 850 ribu hingga Rp 1 juta per unit.
Polisi belum melarang penjualan kamera kecil itu meski dilakukan secara terbuka. ''Kalau tidak untuk kejahatan, tentu tidak ada masalah,'' ujar Edward Aritonang.
Jika barang itu digunakan untuk tindak pidana, polisi pasti bertindak. ''Seperti pisau, kalau untuk mengupas mangga, ya tidak apa-apa. Tapi, kalau dipakai untuk membunuh, itu menjadi barang bukti kejahatan,'' jelasnya. (aga/zul/rdl/dwi)
http://www.jawapos.com/
No comments:
Post a Comment