Selasa, 1 Juni 2010 | 17:00 WIB
*Ada Aktivis LSM yang Kehidupannya Glamour
KUPANG, POS KUPANG. com -- Seiring dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), pejabat publik dan pengelola dana- dana publik harus terbuka dan akuntabel. Demikian juga dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berkaitan dengan publik.
Demikian Alamsyah Saragih dari Komisi Informasi Nasional ketika menjadi nara sumber pada lokakarya dan pelatihan peluang dan tantangan penerapan UU No. 14 Tahun 2008 sebagai kontribusi terhadap tata pemerintahan yang baik yang diselenggarakan GTZ di Hotel Kristal-Kupang, Senin (31/5/2010). Menurut Saragih, undang-undang ini memberikan mandat menjalankan pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan. UU ini mengamanatkan masyarakat yang membutuhkan informasi punya hak mendapat salinan informasi dan melekat hak menyebarluaskan informasi itu. Masyarakat juga diberi ruang yang luas untuk menghadiri pertemuan publik. Untuk itu, kata Saragih, lembaga publik seperti eksekutif, legislatif , yudikatif, BUMN, BUMD, parpol dan lembaga swasta yang mendapat kontrak kerja dari pemerintah serta pengelola dana bantuan luar harus siap. Namun UU KIP bukan UU liberal, dimana pemerintah harus membuka semua kran informasi. Apa yang harus dibuka dan ada yang ditutupi telah diatur dalam undang-undang itu. Lembaga layanan publik, katanya, juga harus mengutamakan kecepatan dan ketepatan informasi, terutama informasi yang jika terlambat diberikan merugikan masyarakat.
Gubernur NTT melalui Asisten III Setda NTT, Ans Takalapeta menegaskan, UU KIP lahir dari rahim reformasi. Untuk itu perlu disosialisasikan agar dipahami masyarakat. Lembaga pemerintah di NTT harus siap melaksanakan UU itu. Demikian juga tugas menyosialisasikan.
Sementara anggota Komisi IV DPR RI, Honing Sani mengatakan, tarik ulurnya UU ini karena terbentur dengan UU Perbankan. Pihak perbankan mengkhawatirkan jika UU ini diberlakukan, tidak ada lagi rahasia perbankan. Berikut rahasia kemiliteran tapi dibatasi sehingga tidak menimbulkan polemik panjang.
Diberlakukan UU KIP, kata Sani, membuat banyak pimpinan SKPD takut menjadi pimpinan proyek, takut mengelola dana proyek karena ada keterbukaan. UU ini mengamanatkan APBN dan APBD wajib diketahui masyarakat, karena sudah merupakan informasi publik.
Pemerintah mulai dari pusat sampai ke daerah diamanatkan membentuk komisi informasi. Anggarannya, kata Sani, diambil dari APBN untuk komisi nasional dan APBD untuk komisi daerah. Untuk kabupaten.kota, katanya, tergantung kebutuhan.
Sani mengatakan, banyak aktivis LSM yang kehidupannya glamour. Setiap hari kritik tentang korupsi, padahal LSM itu juga bermasalah dalam pengelolaan dana publik bantuan luar. Karena itu, kata Sani, UU KIP memberi ruang agar pengelolaan dana bantuan donatur luar juga harus dibuka.
Bukan hanya LSM pengelola dana publik bantuan luar, tapi parpol juga harus diawasi secara serius sehingga tidak menyimpang.
Sebelumnya, Perwakilan GTZ NTT, Mario Vieira mengharapkan, UU KIP diamankan oleh setiap pengelola informasi publik. Dia mendorong agar Pemerintah Propinsi NTT segera membentuk komisi informasi publik dan memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengakses informasi publik. Ini, kata Mario, butuh kerja keras semua komponen. GTZ memandang penting sehingga menyelenggarakan lokakarya soal KIP.
Lokakarya ini menghadirkan nara sumber, seperti Ir. Drs. Abdul Rahman Ma'mun dari Komisioner Pelayanan Pusat Informasi, Robert Candra dari Setda Kabupaten Lebak, Prof. Dr. Alo Liliweri (Pakar Komunikasi Undana), Dion DB Putra (Pemimpin Redaksi Harian Pos Kupang), Mutiara Dara Mauboi (Ketua KPID NTT) dengan moderator pada sesi pertama Dr. Hironimus Fernandez dan sesi kedua Raymundus Lema, diikuti berbagai elemen masyarakat. (gem)
http://www.pos-kupang.com/read/artikel/48582/penggunaan-dana-publik-harus-akuntabel
No comments:
Post a Comment