Senin, 31 Mei 2010 | 08:12 WIB
RSBI Hanya buat Si Kaya
SURABAYA - SURYA- Sekolah RSBI yang seharusnya lebih menekankan out put berlevel internasional, ternyata terjebak pada pendidikan eksklusif yang hanya bisa diakses orang kaya (berduit). Karenanya, program ini perlu segera dievaluasi.
Saat meresmikan TBM@Mall di Cito, Minggu (30/5), Mendiknas Muhammad Nuh mengisyaratkan perlunya program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dievaluasi. Apalagi, program ini sudah berjalan empat tahun.
Kepada wartawan, Nuh menyatakan falsafah RSBI itu mengacu pada UU Sisdiknas yang mengamanatkan kualitas internasional. “Penduduk kita besar, tapi kualitasnya perlu didorong, karena itu ada RSBI. Tidak mungkin semua penduduk menjadi juara, namun harus ada sebagian yang berkelas juara,” katanya.
Kendati demikian, setiap orang harus bisa mengakses RSBI, karenanya sekolah ini tidak boleh menjadi “eksklusif” dengan tarif yang mahal. Kalau ternyata RSBI mahal, maka perlu dievaluasi.
Evaluasi, kata mantan Rektor ITS Surabaya ini, perlu dilakukan terhadap aspek kualitas, ‘output’ berupa anak didik yang menjadi juara, fasilitas, tenaga pengajar, dan aspek akses. Dari segi pengajar, apa sudah ada sekian orang bergelar S2. Demikian pula dari segi siswa, apakah hanya anak yang mampu secara ekonomi yang bisa mengakses sekolah ini.
“Kalau dalam evaluasi ditemukan praktik-praktik yang menyimpang dari UU Sisdiknas, maka nanti akan ada regulasi, misal RSBI harus memberi peluang 20 persen untuk siswa yang tidak kaya dengan sistem subsidi silang,” katanya.
Evaluasi, katanya, harus tuntas tahun ini. Tahun ajaran berikut sudah ada regulasi RSBI. Mengenai kemungkinan siswa RSBI melanjutkan studi ke luar negeri, Nuh mengatakan hal itu bukan keharusan. “RSBI itu nggak harus ke luar negeri, karena yang penting memiliki kualitas yang nggak kalah dengan lulusan luar negeri,” tegasnya.
Ketua II Dewan Pendidikan Surabaya Isa Anshori kemarin menyatakan, untuk bisa masuk RSBI, memang perlu prestasi akademis. Namun, prestasi ini hanya bisa dibangun dengan kekuatan ekonomi, yakni dengan mengikuti aneka kursus di luar sekolah.
”Program yang menyedot banyak biaya pemerintah ini kontras dengan kondisi masyarakat di mana untuk bersekolah regular saja masih banyak yang putus sekolah,” tuturnya.
Di Surabaya, jumlah sekolah RSBI terus bertambah. Kini, yang RSBI sudah ada tiga SMAN, dua SMPN, dan enam SMKN. Selain itu, ada beberapa sekolah yang telah diajukan sebagai RSBI seperti SMPN 19, SMPN 3, SMPN 12, SMPN 22, SMA Petra, SMA Santa Maria, SMAN 6, SMAN 20, SMKN 3, SMKN 4, SMKN 7, SMK St Louis, SMK Petra, SMK Mater Amabilis, dan SMK PGRI 1.
Kadindik Jatim Suwanto menyatakan, pihaknya akan segera mengevaluasi operasional RSBI di Jatim, terutama dari sisi pembiayaan. Caranya adalah dengan memantau anggaran pendapatan dan pengeluaran sekolah (RAPBS). RSBI, katanya, tak boleh menetapkan biaya pendidikan semaunya. “Kami bisa melihat benar-tidaknya sekolah menetapkan pungutan ke walimurid berdasarkan RAPBS,” ujarnya.
Rencananya, Suwanto akan mengumpulkan seluruh kadindik kabupaten/kota bulan depan untuk mengevaluasi RSBI bersama.nrey
http://www.surya.co.id/2010/05/31/20-persen-rsbi-buat-si-miskin.html
No comments:
Post a Comment