Mon, May 31st 2010, 08:34
(Refleksi Hari Tanpa Tembakau)
Muhammad Syukri - Opini
WORLD No Tobacco Day atau hari tanpa tembakau se dunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei merupakan momentum untuk mengimbau para perokok agar menghentikan urusan “menghisap asap.” Paling tidak, penghentian merokok itu sehari saja, tepatnya pada hari tanpa tembakau se dunia.
Imbauan tersebut ditujukan kepada para pemakai rokok (sigaret) di seluruh dunia, karena diyakini bahwa dampak yang ditimbulkan para perokok sangat berbahaya, selain merusak kesehatan diri sendiri, juga membahayakan kesehatan orang yang ada di sekitarnya.
Dari manakah asal muasal tembakau? Menurut Abdullah dan Soedarmanto (1989), Christopher Columbus menemukan tembakau pada tahun 1492 sewaktu kapalnya mendarat di Pulau Guanakani (San Salvador). Columbus melihat orang Indian mengisap tembakau kering yang digulung dengan daun jagung (mais) dan mereka menyebut tobacco. Lalu apa manfaat tembakau di era itu? Masyarakat di Benua Eropa, menjadikan tembakau sebagai tanaman hias, seperti di Portugal, Perancis, dan Florence (Italia). Malah pada tahun 1558-1568, Jean Nicot de Villemain (Perancis) menanam tembakau sebagai tanaman obat yang dipersembahkan kepada Raja Frans II untuk mengobati pusing kepala, sehingga tanaman ini dijuluki nicotina atau nikotin.
Menurut Nasution dalam Medika Jurnal Kedokteran Indonesia edisi No.7/Vol.XXXV-2009 menyebutkan, nikotin adalah suatu zat kimia utama dalam tembakau/rokok yang mempunyai efek farmakologis sangat unik. Ia memberikan rasa nikmat, asyik, sampai dengan efori yang dapat membuat orang kecanduan.
Akibat efek farmakologis yang memberikan rasa nikmat, asyik, sampai membuat orang kecanduan, sehingga di kalangan para perokok timbul anekdot: “Hidup tanpa rokok ibarat malam tak berbintang.” Melalui anekdot ini, sesungguhnya para pecandu rokok ingin mengungkapkan bahwa tanpa sedotan asap rokok menyebabkan dunianya menjadi gelap, hilang variasi hidup, bingung, dan kehilangan “teman setia.” Sebaliknya, dengan mengisap sebatang rokok, timbul rasa asyik dan nikmat sehingga akan meningkatkan konsentrasi, mampu mengendalikan diri, fokus dan muncul sejumlah ide/inspirasi. Efek ini juga dialami oleh masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi bakong asoe (tembakau sugi atau tembakau kunyah).
Tidak terlalu heran saat Serambi Indonesia (12/5/2010) mem-blow up tentang omset penjualan rokok PT. HM Sampoerna di Aceh mencapai tiga kali lipat dari omset yang diraih perusahaan tersebut di Yogyakarta. Sebab, survai prilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan WHO dan Dinas Kesehatan dua tahun lalu menunjukkan bahwa Aceh merupakan daerah pengguna rokok tertinggi di Indonesia. Rata-rata setiap harinya, perokok di Aceh mampu menghabiskan 19,5 batang.
Berdasarkan prestasi penjualan ini, pantas kita berikan ucapan selamat ditambah acungan dua jempol untuk PT.HM Sampoerna yang telah berhasil merebut “lidah” sekitar 212.454 pecandu rokok di Aceh, sekaligus menjadikan daerah Serambi Mekkah ini lahan potensial untuk bisnisnya. Ucapan selamat berikutnya, juga harus diberikan untuk para perokok di Aceh yang telah dengan sukarela menambah “pundi-pundi” perusahaan rokok dan distributor PT. HM Sampoerna sekitar Rp. 8,2 milyar (29 juta batang x Rp.285) per minggu, sekaligus menyetor untuk negara melalui cukai tembakau sekitar Rp. 8,7 milyar (29 juta batangxRp.300) per minggu.
Dalam berita Serambi Indonesia (12/5/2010), John Gledhill, manajemen PT.HM Sampoerna menyebut “distribusi rokok di Aceh mencakup merek Dji Sam Soe, A Mild, Marlboro, Avolution, dan Panamas kuning.” Lalu, bagaimana logikanya para perokok di Aceh berhasil “menyumbang” Rp. 8,2 milyar per minggu untuk perusahaan rokok PT.HM Sampoerna, dan Rp. 8,7 milyar per minggu untuk negara? Kita ambil contoh rokok A Mild 16, pada bandrol tertulis harganya Rp. 10.500 per bungkus (sudah termasuk cukai tembakau sebesar Rp. 300 per batang) meskipun harga dari distributor hanya Rp. 9.360 per bungkus. Dengan demikian, harga bersih per batang kira-kira Rp.9.360:16 batang=Rp. 585 per batang, setelah dipotong cukai Rp.300 per batang, tersisa untuk perusahaan Rp.285 per batang.
Tanpa disadari, sesungguhnya melalui produk PT. HM Sampoerna, rakyat Aceh sudah menyumbang kepada negara sebesar Rp. 8,7 milyar setiap minggu (sebulan Rp. 34,8 milyar, dan setahun Rp. 417,6 milyar). Angka ini akan menjadi lebih besar jika diakumulasikan dengan cukai dari produk rokok yang lain. Sebuah penerimaan negara yang luar biasa! Ironisnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan R.I. Nomor 66/PMK.07/2010 Tentang Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Pemerintah Provinsi Aceh hanya menerima dana bagi hasil tersebut sebesar Rp. 2,78 milyar, hanya 0,67% dari cukai tembakau yang masuk dari Aceh, sangat kecil!
Berapa banyak perokok aktif dan perokok pasif di Aceh? Hasil survai WHO dan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa, para perokok di Aceh mampu menghabiskan rokok sebanyak 19,5 batang setiap hari. Data dari PT HM Sampoerna menyebutkan bahwa penjualan mereka di Aceh mencapai 29 juta batang, berarti sehari para perokok di Aceh menghabiskan produk PT. HM Sampoerna mencapai 4.142.857 batang. Sementara, rata-rata perokok di Aceh menghabiskan 19,5 batang perhari, maka jumlah perokok aktif untuk produk PT. HM Sampurna (4.142.857 dibagi 19,5) mencapai 212.454 orang. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa perokok pasif di Aceh (4,6 juta penduduk Aceh dikurangi jumlah perokok aktif 212.454 orang) sekitar 4,38 juta orang.
Menurut Christopher Murray dari Harvard School of Public Health dan Alan Lopez dari WHO, bahwa di Amerika Serikat, mereka yang meninggal karena penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok mencapai 400.000 orang setiap tahunnya. Ironisnya, mereka yang tidak mempunyai kebiasaan mengisap tembakau itu (perokok pasif) mempunyai resiko yang sama dengan si perokok aktif (Kompas, 21/6/1997).
Apa yang dikatakan Murray dan Lopez adalah fakta dan realitas. Lantas apa yang sudah dilakukan produsen rokok untuk konsumen pasifnya? Sampai saat ini belum ada. Mereka masih terfokus untuk menyeponsori kegiatan musik dan olah raga, belum masuk ke wilayah penanganan efek samping asap rokok.
Nah, momentum World No Tobacco Day atau hari tanpa tembakau se dunia merupakan kesempatan bagi perokok pasif untuk menggugat haknya yang selama ini telah “dizalimi” racun asap tembakau orang lain. Hak untuk memeroleh pengobatan apabila mereka terkena penyakit akibat asap rokok, seperti kanker paru-paru, dan berbagai jenis penyakit ikutan lainnya.
Melarang para perokok menghentikan aktivitasnya, sangatlah sulit karena mereka telanjur sangat tergantung kepada zat adiktif, nikotin. Makanya, menyelamatkan para perokok pasif menjadi suatu langkah prioritas. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membuka mata para perokok pasif, dan jajaran Pemerintah Aceh, serta para pemerhati masalah kesehatan untuk melihat bahwa perokok pasif harus diselamatkan!
* Drs. Muhammad Syukri, M.Pd adalah Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkab Aceh Tengah.
http://www.serambinews.com/news/view/31751/gugatan-perokok-pasif
No comments:
Post a Comment