Sunday, 9 October 2011
Sejarah Singkat Uang
Jauh sebelum masyarakat mengenal uang seperti yang ada saat ini, masyarakat zaman dahulu mempraktekan Barter. Barter sendiri didefinisikan sebagai transaksi barang dan jasa yang dilaksanakan melalui pertemuang langsung antara pihak yang mengalami surplus barang atau jasa tertentu dengan pihak yang mengalami kekurangan barang dan jasa tersebut. Misal: A memiliki surplus Roti tetapi ia tidak memiliki sekaligus membutuhkan Ikan sedangkan B memiliki surplus Ikan tetapi ia tidak memiliki sekaligus membutuhkan Roti. Maka terjadilah pertukaran (barter) diantara mereka, dimana A memberikan sebagian Roti miliknya kepada B sekaligus menerima sebagaian Ikan yang dimiliki oleh B. Maka sekarang si A memiliki Roti dan Ikan demikian juga dengan si B, maka kedua belah pihak sama-sama diuntungkan oleh transaksi tersebut.
Barter dapat dilaksanakan pada zaman dahulu karena pada zaman tersebut jumlah manusia masih relatif sedikit, jumlah kebutuhan barang dan jasa masih relatif sedikit, jenis serta variasi barang dan jasa yang dibutuhkan juga masih relatif sedikit. Akan tetapi, barter akan sangat sulit dilakukan pada zaman modern ini, hal ini disebabkan karena keadaan di zaman ini sangat berbeda dengan keadaan zaman dahulu. Zaman modern ini ditandai dengan jumlah manusia yang relatif besar, jumlah kebutuhan barang dan jasa yang relatif banyak dan cenderung terus bertambah, variasi dan jumlah barang dan jasa yang dibutuhkan relatif banyak.
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, maka masyarakat pada saat itu mulai mengganti barter dengan uang, disebut sebagai uang barang. Misal: kerang, kulit binatang, dsb. Teknologi makin berkembang, termasuk teknologi pengolahan logam, maka manusia mulai mengenal uang yang terbuat dari logam sebagai alat transaksi. Misal: uang logam emas, uang logam perak. Adapun tiga fungsi utama uang adalah: sebagai alat tukar (medium of exchange), sebagai penyimpan nilai (store of value), dan sebagai satuan hitung (unit of account).
Uang emas (gold) dalam pengertian benda fisik (full-bodied money). Emas dipilih sebagai uang karena sifat yang melekat pada emas tersebut, yaitu dapat dipertukarkan dengan komoditas lain, dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa berkarat, dan dapat dipecah menjadi satuan-satuan kecil (misalnya dalam gram dan ons) guna menimbang komoditas lain.
Akan tetapi, uang emas juga memiliki kelemahan. Pertama, uang emas tidak mudah dibawa (portable), misalnya: orang yang ingin membeli mobil harus membawa sepuluh kilogram emas dan hal ini tentu saja amat menyusahkan penggunanya. Kedua, manusia menjadi cenderung berkompetisi untuk mencari, menumpuh dan memuliakan emas, bukan berkompetisi untuk memproduksi dan menguangkan komoditas. Emas sebagai full-bodied money bertambah volumenya ketika ditemukan tambang emas baru, dan pertambahan emas akan berhenti ketika tambang tersebut habis tereksploitasi. Artinya, perekonomian akan berkembang selama masih tersedia emas untuk ditambang dan akan berhenti apabila sudah tidak ada emas yang dapat ditambang.
Berdasarkan atas kelemahan emas sebagai full-bodied money maka diperkenalkan sistem representative full-bodied money dimana kebendaan emas hanya diwakilkan. Artinya, memegang uang (umumnya terbuat dari kertas dan logam) mempunyai misalnya, satu gram emas yang tersimpan di dalam brankas Bank Sentral sebagai pihak yang berwenang atas ketersediaan uang tersebut. Siapa saja yang mempunyai uang dapat sewaktu-waktu mendatangi Bank Sentral untuk menukar uang dengan sejumlah emas. Praktek ini dijalankan di dataran Eropa pada abad 16. Pada saat itu para tukang emas bersedia menerima uang logam (emas dan perak) untuk disimpan. Tanda bukti penyimpanan emas ditunjukan dengan surat deposito yang disebut Goldsmith’s Note. Dalam perkembangan, Goldsmith’s Note dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Para tukang emas mulai mengeluarkan Goldsmith’s Note yang tidak didukung dengan cadangan emas atau perak dan diterima sebagai alat pembayaran yang sah dalam transaksi bisnis. Inilah cikal bakal munculnya uang kertas.
Sistem representative full-bodied money lebih mengetatkan persyaratan uang. Sebagai alat, uang tidak saja harus mampu menjalankan sekaligus tiga fungsinya tetapi juga harus memenuhi lima sifat, yaitu:
1. Portability, mudah dibawa ke mana pun,
2. Durability, tahan lama dan tidak mudah rusak,
3. Divisibility, mempunyai satuan-satuan yang kecil,
4. Standardizability, mempunyai, misalnya: bentuk, ukuran, bahan dan warna yang baku/standar,
5. Recognizability, dapat dikenali, baik dengan melihatnya, merabanya, atau menerawangnya.
Akan tetapi, sistem representative full-bodied money belum dapat menyelesaikan masalah dalam sistem full-bodied money, yaitu produktivitas ekonomi masih sangat tergantung pada ketersediaan emas (kecuali Bank Sentral dapat memonopoli penambangan, pengolahan, dan peredaran emas). Secarik uang kertas atau sekeping uang logam yang convertible dengan sejumlah emas dalam brankas Bank Sentral belum mampu mendorong produktivitas ekonomi.
Oleh karena uang yang berbasis emas, baik full-bodied maupun representative full-bodied money memiliki kelemahan seperti yang disebutkan pada paragraf di atas, maka dicari penggantinya. Uang tersebut harus memenuhi tiga fungsi utama uang serta lima sifat uang. Pilihan pun jatuh pada uang kartal (currency) yaitu alat atau instrumen yang tercetak dibawah wewenang, berfungsi sebagai sebagai alat tukar (medium of exchange), sebagai penyimpan nilai (store of value), dan sebagai satuan hitung (unit of account) serta bersifat portable, durable, divisible, standardizable, dan recognizable. Umumnya uang kartal tercetak dalam bentuk selembar kertas atau sekeping koin. Untuk Indonesia, uang kartalnya disebut Rupiah (Rp), terbuat dari bahan kertas dan logam, serta memiliki nilai nominal dari Rp. 50,- sampai Rp. 100.000,- diterbitkan oleh Bank Indonesia.
(SUMBER: http://indo-forex-knowledge.blogspot.com/2009/03/sejarah-singkat-uang.html)
Share This Post →
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment