IKLAN BULAN INI

Wednesday, 13 June 2012

SEBUAH PEMBELAJARAN YANG SANGAT BERHARGA DARI SEORANG AHLI PROPERTY


Buat rekan rekan yg dapat MPT (Mitra Pemilik Tanah) berupa sebuah PT dengan proyek macetnya, lalu dikerjasamakan dengan kita (berbadan hukum PT juga), hati-hati soal perpajakannya, supaya tidak terjadi kasus seperti yang saya ceritakan dibawah ini;

#1. PROYEK MACET

Setting time; Tahun 2008

PT COBA COBA PROPERTINDO (CCP) yang berstatus pengembang coba coba (ownernya sebenarnya pebisnis otomotif) membeli lahan 3 ha. Tapi karena diserahkan kepada Project Manager yang unqualified dan tak memiliki Action Plan yg jelas, maka proyek terbengkalai saat baru dibangun satu blok saja. Semua ijin sudah turun, termasuk sertifikat sudah pecah.

#2. MENDAPAT MITRA

Owner proyek macet kemudian mendapat mitra seorang mantan Project Manager perumahan yang dimodali oleh mertuanya yang kaya raya, yang akan meneruskan proyek tersebut. Yaitu dengan cara mendirikan PT baru (PT. SEMANGAT BARU PROPERTINDO), dimana PT CCP mendapat share 40%, dan pengelola yang sekaligus bertindak sebagai pemodal mendapat share 60%. Skenario legal adalah melakukan PPJB, dimana PT SBP membeli lahan milik PT CCP.

Disepakati bahwa sisa lahan efektif seluas kisaran 16.000 m2 akan dibeli oleh PT SBP seharga 500.000/m2 dan dibayar parsial ke PT CCP sesuai luasan kavling yang terjual kepada konsumen.

# 3. PT SBP JUALAN LARIS MANIS

Dibawah kendali direktur baru, penjualan laris manis. Dalam setahun terjual kisaran 96 unit dengan luasan kavling terjual kisaran 9.400 m2.

Saat terjadi AJB PPAT dengan konsumen, maka pajak pajak yang dibayarkan adalah;

PEMBELI
- PPN (tanah dan bangunan)
- BPHTB

PENGEMBANG
- PPH Final

Atas kesuksesan penjualan tersebut, PT SBP sudah membayar tanah senilai 4,7 Milyar kepada PT CCP.

----------------------------
Deskripsi diatas hanya kata pengantar alias pendahuluan saja. Esensi masalah yang akan menjadi pembelajaran kita bersama adalah sebagai berikut;

BENCANA TERJADI

PT CCP mendapat tagihan pajak sebesar 940 juta, yaitu;

PPN 10% x 9.400 m2 x 500.000
= 470.000.000

Denda 100%
= 470.000.000

Apa yang terjadi???
Rupanya PT CCP mengira bahwa saat dia menerima pembayaran tanah dari PT SBP tidak menjadi obyek PPN. Akibatnya mereka tidak membuka Faktur Pajak kepada PT SBP dan juga tidak membayar PPN 10% x pembayaran tanah yang mereka terima dari PT SBP.

PT CPP tidak paham bahwa sebagai pengembang, saat mereka menjual tanah akan dikenai PPN. Akibatnya, kena denda 100%. Sudah jatuh tertimpa tangga. PT CPP berpendapat bahwa PPN sudah dibayar oleh Pembeli. Padahal itu adalah 2 hal yang terpisah. Masing masing dikenai PPN.

Semoga pembelajaran diatas mudah dipahami, dengan saya ilustrasikan lebih sederhana sbb ;

PT CCP menjual tepung kepada PT SBP.
Lalu PT SBP mengolah tepung tersebut menjadi kue, dan dijual kepada konsumen.

Saat PT CCP menjual tepung, mereka dikenai PPN atas tepung yang dijual.

Saat PT SBP menjual kue, maka pembelinya dikenai PPN atas harga kue nya. Walaupun tepung yang menjadi bahan dasar kue sudah pernah dibayar PPN nya.

KESALAHAN ATAU KELALAIAN PT CCP ADALAH MENGANGGAP BAHWA SAAT JUAL TEPUNG TAK PERLU MEMBAYAR PPN, KARENA PPN DIBAYAR SAAT NANTI JUALAN KUE.

Note;
Kalau anda membeli 'tepung' alias tanah dari petani (bukan pengembang berbentuk PT) maka saat beli 'tepung' tidak menjadi obyek PPN.
(Disadur dari “caragampang_jadipengembang@yahoogroups.com”)



source : http://tamankayuputih.blogspot.com


Share This Post →


No comments:

Post a Comment