IKLAN BULAN INI

Showing posts with label TB. Show all posts
Showing posts with label TB. Show all posts

Monday, 16 July 2012

Flek Paru-paru Belum Tentu TBC

Anak Terkena Flek Paru-paru Belum Tentu TBC

Seringkali saat anak menderita flek paru-paru langsung dikaitkan dengan penyakit tuberculosis (TB/TBC). Padahal tidak semua flek yang terlihat pada paru-paru adalah TB.

Istilah flek paru-paru sering kali digunakan, meski dalam dunia kedokteran sendiri tidak ada penyakit bernama flek paru-paru. Hampir semua penyakit yang menyerang atau berhubungan dengan paru-paru akan menimbulkan flek di paru-parunya. Flek itu sendiri berasal dari bahasa belanda yang artinya noda.

Biasanya anak yang mengalami batuk berkepanjangan serta tidak kunjung berhenti disarankan untuk melakukan rontgen. Rontgen ini berguna untuk melihat apakah ada flek atau tidak, serta melihat ukuran dan bentuk dari flek itu sendiri. Namun untuk mengetahui penyebab pastinya harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Menurut Dr Aditya Suryansyah SpA, Jumat (2/10/2009) batuk yang dialami oleh anak-anak itu penyebabnya karena adanya benda asing yang masuk ke saluran pernafasan termasuk dalam paru-paru. Benda asing tersebut dapat berupa alergen (bahan pencetus alergi) atau mikroorganisme (virus atau bakteri) dan dengan adanya batuk diharapkan lendir akan keluar.

Pada anak, gejala utama terkena penyakit TB bukanlah batuk yang terus menerus terjadi. Untuk mengetahui anak tekena TB atau bukan harus dilakukan pemeriksaan Mantoux Test yang berguna untuk melihat ada atau tidaknya bakteri penyebab TB. Serta melakukan pemeriksaan darah untuk melihat laju endap darah (LED) dan jenis limfositnya, seperti dikutip dari Mayoclinic, Jumat (2/10/2009).

Rata-rata anak yang menderita flek paru-paru akan diberikan obat yang harus diminum selama beberapa bulan dan biasanya tidak boleh berhenti. Tapi sebaiknya orangtua mencari tahu terlebih dahulu apa penyebab flek tersebut. Karena tidak sedikit dokter yang langsung memberikan obat TB pada anak, padahal bisa saja si anak hanya mengalami alergi.

Jika anaknya memiliki flek di paru-paru, jangan langsung memvonisnya dengan penyakit TB. Karena banyak penyakit paru yang memiliki gejala seperti batuk terus menerus dan terdapat flek pada paru-parunya.
Sebaiknya jangan memberikan perlakuan yang berbeda pada anak yang memiliki flek paru-paru. Misalkan si anak menderita TB maka tidak akan menularkan ke orang dewasa, sebaliknya kemungkinan anak tertular dari orang dewasa.

Sumber: detikHealth, Jumat, 02/10/2009

Linked Posts:
Penyakit TB  /  TBCMengobati Flek Paru-paru Dengan Propolis | Mengobati Batuk Dan Asma
Read more ...

Sunday, 24 June 2012

TB Paru-paru Pada Anak


Tangkal TB Paru-paru pada Anak

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun berisiko terserang penyakit tuberkulosis paru-paru. Oleh karena itu, sedari awal orang tua hendaknya melakukan upaya pencegahan untuk menghindarkan buah hati tertular penyakit yang dapat mematikan tersebut.

Tiga hari belakangan ini, Kevin, bukan nama sebenarnya, kehilangan nafsu makan. Setiap kali sang ibu membujuknya untuk makan, bocah berusia 5 tahun itu tetap bergeming. Alhasil, berat badan Kevin pun menurun. Kondisi itu tak ayal membuat kedua orang tuanya cemas, apalagi hilangnya nafsu makan Kevin dibarengi dengan demam berulang-ulang.

Pada awalnya, ayah dan ibu Kevin mengira sang anak hanya terserang flu biasa. Namun, karena demamnya tak kunjung hilang tanpa sebab yang jelas, mereka pun semakin khawatir dan segera memeriksakan kesehatan sang buah hati ke rumah sakit. Di rumah sakit, dokter lantas menyarankan dilakukan tes mantoux pada Kevin. Tes tersebut biasanya untuk mendiagnosis adanya serangan kuman penyebab tuberkulosis (TB) pada tubuh seseorang.

Berdasarkan definisi medisnya, penyakit TB ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Penyakit TB kebanyakan menyerang striktur alveolar paru-paru. Apabila dilihat dari beberapa gejalanya, seperti berkurangnya nafsu makan, demam yang berulang-ulang, dan keluar keringat meski pada malam hari, Kevin diperkirakan terkena TB paru-paru anak.

Menurut Nastiti Kaswandani, dokter anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, sebenarnya gejala TB pada anak tidak ada yang khas dan bisa menyerupai gejala penyakit lain. “Namun, gejala yang sering dijumpai adalah demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas, batuk persisten, berat badan sulit naik atau bahkan menurun, tidak nafsu makan, dan kurang aktif bermain,” ujar Nastiti.

Meski demikian, tambah dia, kerap terdapat pula gejala khusus yang biasanya muncul jika kuman TB mengenai organ tertentu. Sebagai contoh, adanya benjolan multiple di bagian leher jika kuman TB menyerang kelenjar getah bening, adanya tonjolan pada tulang belakang jika kuman TB mengenai organ tersebut, serta terjadi kekejangan dan penurunan kesadaran jika kuman TB menyerang susunan saraf pusat anak.

Apa yang menimpa Kevin bukan tidak mungkin menimpa pula anak-anak lainnya. Bahkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jumlah penderita TB paru-paru anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Dyah Erti Mustikawati, Kepala Sub Bidang Direktorat Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Kemenkes, jumlah penderita TB paru-paru anak pada 2011 mencapai 10 hingga 12 persen dari seluruh jumlah kasus TB.

Sementara itu, berdasarkan data Riskesdas 2007 (Balitbangkes, 2008), pada 2010, Indonesia menduduki urutan keempat jumlah penderita baru TB terbanyak di dunia dengan 450 ribu kasus.

“Jumlah penderita TB paru-paru anak di setiap provinsi berbeda-beda. Ada yang jumlahnya mencapai 20 persen, tetapi ada pula yang hanya 2 sampai 3 persen dari total kasus,” kata Dyah di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah penderita TB paru-paru anak diungkapkan pula oleh Nastiti. Dia memaparkan jumlah kasus TB pada anak mencapai sekitar 10 persen dari jumlah kasus TB secara keseluruhan. Pada umumnya, anak tertular TB dari orang dewasa yang terjangkit penyakit tersebut. Oleh karena itu, jumlah penderita TB anak bakal meningkat seiring bertambahnya penderita TB orang dewasa.

World Health Organization (WHO) juga melaporkan lebih dari 250 ribu anak terserang TB dengan angka kematian 100 ribu anak setiap tahunnya. Biasanya, anak penderita TB yang berisiko mengalami kematian adalah anak yang mengalami TB berat, seperti TB milier, TB selaput otak (meningitis), TB usus, dan TB hati. Risiko kematian tinggi lainnya juga dapat dialami oleh bayi berusia kurang dari 6 bulan, anak dengan gizi buruk, serta anak yang terkena HIV atau penyakit ganas lainnya.

Sebelum penyakit TB menyerang paru-paru seorang anak ada beberapa tahapan yang terjadi. Nastiti menjelaskan pada tahap awal kuman TB terhirup penderita dan kemudian masuk serta bereplikasi di dalam paru-paru. Dalam perkembangannya, kuman TB dapat menyebabkan kerusakan di jaringan paru-paru dan menyebar ke seluruh organ tubuh melalui pembuluh darah.

Kuman TB yang menyebar di berbagai organ tersebut bersifat dorman atau tidur (tenang), namun berpotensi menjadi aktif dan mengganggu organ yang terserang. Adapun beberapa organ tubuh yang sering terserang kuman TB selain paru-paru, antara lain kelenjar getah bening, tulang belakang, usus, hati, ginjal, mata, selaput otak, dan organ reproduksi.

Nastiti menjelaskan pada anak, gejala penyakit TB dapat timbul lebih cepat, sekitar beberapa pekan setelah terinfeksi kuman TB. Oleh sebab itu, dalam istilah medis sering kali TB pada anak disebut sebagai TB primer. Berbeda dengan anak-anak, pada orang dewasa mayoritas penderita terjangkit TB akibat proses reaktivasi kuman TB yang sebenarnya sudah lama terdapat di dalam tubuh, berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu. Karena reaktivasi itu, secara medis, kondisi tersebut diistilahkan dengan TB pascaprimer.

Menurut Dyah, ada satu hal yang patut diwaspadai terkait dengan penularan TB pada anak, yakni pada umumnya anak yang terkena penyakit TB adalah akibat tertular oleh penderita TB orang dewasa, terutama penderita TB yang dahaknya mengandung kuman TB. Kuman TB dapat berada di dalam percikan cairan yang dikeluarkan seseorang ketika batuk, bersin, atau berbicara. Dia menambahkan belakangan ini marak ditemukan kasus TB paru-paru pada anak lantaran tertular dari orang-orang di sekitarnya, seperti orang tua sendiri, kakek-nenek, pembantu, atau baby sitter yang positif terinfeksi bakteri TB.

Upaya Pencegahan
Lantas, upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mencegah terjangkitnya TB paru-paru pada seorang anak? Nastiti mengatakan upaya pencegahan pertama adalah dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin). Vaksin BCG bermanfaat untuk mencegah anak terserang TB, terutama TB berat yang mengenai selaput otak, tulang belakang, dan organ penting lainnya. Tindakan pencegahan berikutnya adalah menjaga kebersihan lingkungan dari polutan, terutama asap rokok yang bisa menurunkan ketahanan saluran napas.

Hal lain yang harus diperhatikan, papar Nastiti, ialah jika diketahui ada orang dewasa terkena TB yang melakukan kontak dekat dengan anak, maka anak tersebut harus segera dibawa ke dokter untuk diperiksa. “Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah anak itu sudah terinfeksi kuman TB atau belum,” tambah dia.

Jika diketahui ada anak balita yang telah melakukan kontak dengan orang dewasa penderita TB, maka sebaiknya anak tersebut segera diberi obat pencegahan agar tidak tertular atau terjangkit penyakit TB. Oleh karena itu, Nastiti mengingatkan agar tidak tertular, sejak dini anak sebaiknya dijauhkan dan tidak dibiarkan melakukan kontak erat dengan pasien TB dewasa. (suci sekarwati)

Sumber: Koran Jakarta, Minggu 18 Maret 2012

Read more ...

Monday, 23 April 2012

Penyakit TB Bisa Menjadi Kebal Obat


Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR TB)

Multi-Drug Resistance dalam pengobatan TB menjadi masalah kesehatan masnyarakat di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap program pengendalian TB secara global. Kekebalan kuman TB terhadap OAT  (obat antituberkulosis) sebenarnya telah muncul sejak lama. Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu monoresisten, poliresisten, sampai dengan MDR dan extensive drug resistance (XDR).

WHO pada tahun 2005 melaporkan di dunia lebih dari 400.000 kasusMDR TB terjadi setiap tahunnya sebagai akibat kurang baiknya penanganan dasar kasus TB dan transmisi strain-strain kuman yang resisten obat anti TB (OAT). Penatalaksanaan MDR TB lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih banyak dalam penanganannya dibandingkan dengan kasus TB yang bukan MDR.

Menurut WHO, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke delapan jumlah kasus MDR TB dari 27 negara. Data awal survey resistensi obat OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah 2006, menunjukkan angka TB MDR pada kasus MDR pada kasus baru yaitu 2,07%, angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya yaitu 16,3%. Beberapa komponen yang harus dipenuhi dalam penatalaksanaan MDR TB adalah tersedianya sarana laboratorium yang tersertifikasi khususnya untuk uji resistensi OAT, obat-obat TB lini ke dua yang lengkap dan sumber daya manusia yang terlatih serta sumber dana yang memadai.


Definisi
TB dengan resistensi ganda dimana basil M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya 2,9,10,11. TB resistensi ganda dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapat OAT sebelumnya.
Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif HIV, Sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitif obat1,12.


Faktor-faktor Yang Mempengaruhi OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Jalur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran TB resistensi ganda. Basil mengalami mutasi resisten terhadap satu jenis obat dan mendapatkan terapi OAT tertentu yang tidak adekuat. Terapi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh konsumsi hanya satu jenis obat saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya satu saja yang sensitif terhadap basil tersebut (indirek monoterapi). Selanjutnya resistensi sekunder (dapatan) terjadi.
Mutasi baru dalam pertumbuhan populasi basil menyebabkan resistensi obat

yang banyak bila terapi yang tidak adekuat terus berlanjut. Pasien TB dengan resistensi obat sekunder dapat menginfeksi yang lain dimana orang yang terinfeksi tersebut dikatakan resistensi primer. Transmisi difasilitasi oleh adanya infeksi HIV, dimana perkembangan penyakit lebih cepat, adanya prosedur kontrol infeksi yang tidak adekuat; dan terlambatnya penegakkan diagnostik. Resistensi obat yang primer dan sekunder dapat diimpor, khususnya dari negara dengan prevalensi yang tinggi dimana program kontrol tidak adekuat. Resistensi obat primer, seperti halnya resistensi sekunder, dapat ditransmisikan ke orang lain jadi dapat menyebarkan penyakit resistensi obat di dalam komunitas13.

Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu:
1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

2) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.

3) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.

4) Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten saja.

5) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

6) Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan.

Sumber: Kotakmedis.com

Linked Posts:
Penyakit TB  (Tuberculosis ) |  Propolis Lebah Untuk Terapi Alternatif TBC |  Mengobati Flek Paru-paru
Read more ...

Wednesday, 26 August 2009

Penyakit TB atau Tuberkulosis --- Dulu Namanya TBC

Penyakit TB atau Tuberkulosis --- Dulu Namanya TBC

TB adalah singkatan dari “Tubercle Bacillus” atau tuberculosis , dulu disingkat TBC. Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada manusia terutama oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru) tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat. System limfatik, system sirkulasi, system genitourinary, tulang, persendian, dan bahkan kulit. Mikobakteri lain seperti Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium Canetti, dan Mycobacterium microti juga dapat menyebabkan tuberculosis, tetapi spesies-spesies ini jarang terjadi pada manusia.

Penyakit TB adalah penyakit yang umum dan sering kali mematikan. TB menular melalui udara, ketika orang-orang yang memiliki penyakit TB batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan infeksi TB pada manusia bersifat asimtomatik, infeksi laten, dan sekitar satu dari sepuluh infeksi laten pada akhirnya berubah menjadi penyakit aktif, yang jika tetap tidak diobati, penyakit TB ini akan membunuh lebih dari separuh penderitanya. Gejala klasik tuberkulosis adalah batuk kronis dengan dahak bercampur darah, demam, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan. Infeksi organ lain menyebabkan berbagai gejala.

Jika diterapi dengan benar penyakit TB atau tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.

Pencegahan penyakit TB bergantung pada program skrining dan vaksinasi, biasanya dengan Bacillus Calmette-Guérin (vaksin BCG).

Baca juga info kesehatanPropolis Untuk Benteng Kesehatan"

Read more ...